Strategi Komunikasi Krisis PT Krisrama dalam Konflik Penggusuran Masyarakat Adat Nangahale: Analisis Situational Crisis Communication Theory (SCCT)

Abstract

Konflik agraria di Indonesia sering kali menempatkan masyarakat adat pada posisi rentan, terutama ketika berhadapan dengan institusi besar yang memiliki legitimasi hukum dan politik. Salah satu kasus terbaru adalah konflik antara PT Krisrama, perusahaan milik Keuskupan Maumere, dengan masyarakat adat di Nangahale, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pada 22 Januari 2025, PT Krisrama melakukan penggusuran terhadap 120 rumah masyarakat adat, yang memicu perlawanan dari warga serta kecaman dari berbagai organisasi advokasi, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Penelitian ini menganalisis strategi komunikasi krisis yang digunakan PT Krisrama dalam merespons kritik publik dan mempertahankan legitimasi mereka. Menggunakan Situational Crisis Communication Theory (SCCT) dari W. Timothy Coombs, penelitian ini mengkaji bagaimana PT Krisrama memposisikan krisis ini dan strategi komunikasi yang mereka gunakan, apakah berupa denial (penyangkalan), diminish (mereduksi dampak), rebuilding (pemulihan), atau bolstering (penguatan reputasi). Dengan menggunakan metode analisis wacana kualitatif dan pendekatan studi kasus, penelitian ini mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk berita media, wawancara dengan pihak terkait, dokumen resmi, piagam perjanjian Lodalero, serta pernyataan publik PT Krisrama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Krisrama cenderung menggunakan strategi diminish dan rebuilding dalam komunikasinya, tetapi kurang berhasil dalam mengatasi kritik yang muncul dari masyarakat dan organisasi advokasi.