ANALISIS KONSTRUKSI SOSIAL DALAM TRADISI BELIS PADA MASYARAKAT DESA PADERAPE KECAMATAN PULAU ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Abstract

Indonesia sebagai negara multikultural memiliki beragam tradisi adat, salah satunya adalah praktik belis dalam pernikahan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Desa Paderape, Kabupaten Ende. Belis secara tradisional merupakan simbol penghargaan, tanggung jawab, dan penyatuan dua keluarga. Namun, seiring perkembangan zaman, makna belis mengalami pergeseran menjadi tolok ukur status sosial dan beban ekonomi, bahkan memicu berbagai masalah seperti pernikahan dini, kehamilan di luar nikah, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Data diperoleh dari tokoh adat, masyarakat Desa Paderape, serta mahasiswa asli NTT yang memahami konteks belis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belis yang semula bernilai sakral kini bergeser menjadi komodifikasi sosial, di mana nominalnya ditentukan oleh pendidikan, status keluarga, dan kemampuan finansial mempelai pria. Tingginya tuntutan belis mendorong praktik paru dheko (kawin lari) sebagai upaya menghindari beban adat. Selain itu, distorsi makna belis turut memperkuat ketimpangan gender, di mana perempuan dianggap sebagai "milik" suami setelah dibayar dengan mahar tinggi. Kesimpulan penelitian ini menekankan pentingnya revitalisasi makna belis sesuai nilai luhur adat, dengan melibatkan peran tokoh masyarakat dan pemerintah dalam menetapkan standar belis yang realistis. Rekomendasi mencakup edukasi kesetaraan gender, sosialisasi adat yang berkeadilan, serta penyesuaian praktik belis agar tidak lagi menjadi penghalang pernikahan yang sehat dan setara